Sabtu, 10 April 2010

Novel Buatan vina hmmm... bagus judul nya "Ketika Senja Turun

Matahari bersinar begitu terik siang ini, membuat Leana basah kuyup bermandikan keringat. Ia sungguh kesal. Padahal ia berencana untuk tiba di sana dengan keadaan rapi, wangi, dan tentunya tidak banjir keringat seperti sekarang ini. Ah.. seandainya tadi ia menerima ajakan Anthony untuk pergi bersama ke pesta itu, pesta ulang tahun Riva, gadis kaya yang punya banyak koleksi pakaian dan perhiasan itu. Tapi, Leana menggeleng cepat. Tidak. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa tawaran apapun, sepenting apapun, kapanpun, bagaimanapun, dipaksa oleh siapapun, dalam keadaan apapun, selama apapun, kalau bersumber dari Anthony, maka jawabannya hanya satu. TIDAK.

Alasannya sepele mungkin. Tapi bagi gadis yang dicap memiliki tingkat keegoisan kelas kakap sepertinya, peristiwa itu setipe dengan penghinaan level tinggi: menumpahkan sepiring sayur bayam ke seragam Leana. Hanya itu. Lagipula, saat itu waktunya pulang sekolah. Kondisinya memang cukup ramai namun masih beruntung karena para tukang gossip sudah kembali ke habitatnya masing masing. Seharusnya Leana tidak perlu kesal karena selain orang orang sekitarnya tidak ambil pusing dengan kejadian itu, Anthony adalah pria tampan yang diminati oleh hampir semua jenis perempuan. Mulai dari yang kecil sampai yang tua, dari yang pendiam sampai yang bawelnya minta ampun, dari yang putih sampai yang hitamnya ngga ketulungan, dari yang mungil sampai yang disinyalir mengidap gigantisme. Semua! Dan demi mendapat maaf dari Leana, Anthony rela melepas istirahat siang dan waktu pulang cepat, juga acara main basketnya untuk mengejar pengampunan dari Leana. Thony, biasa disapa akrab demikian memang baik hati tiada banding satu sekolahan. Makannya tak heran kelasnya selalu dibanjiri manusia yang mau curhat bahkan sekedar melepas kebosanan dengan bercanda dengannya. Tak aneh pula kalau HPnya cerewet bukan main saking banyaknya orang yang memerlukan dia.

Dan Anthony ikhlas melepas semua itu untuk Leana!! Hebat betul!

Sedangkan Leana sendiri, makhluk sederhana yang dianggap pemegang rekor egoisisme tertinggi sampai 1 minggu ini belum mau memberikan Anthony maaf. Tak sedikit orang yang mencemooh dia karena ke kikirannya untuk memberi maaf. Hanya sepiring sayur bayam yang bahkan Anthony juga mengambilkannya untuk pak satpam, dan itupun tidak sengaja. Anthony berkali kali minta maaf dan berkali kali menelan kecewa saat maafnya tak jua menemukan hasil yang baik. Tapi ia tetap berjuang mendapat keikhlasan dari Leana.

“Lea! Maafin Thony dong! Tega banget sih jadi cewe! Susah jodoh tau rasa!!” bentak Mahony suatu ketika. Lea diam. Ia sama sekali tidak menoleh. Ia tahu, bila ia membiarkan matanya bertemu dengan tatapan tajam gadis judes itu, matanya spontan mengeluarkan airmata. Bukan karena tatapannya memiliki kandungan bawang merah, tapi karena paras Mahony yang sangat menyakitkan hati. Bibir tipisnya yang dengan mantap tersungging ke salah satu sisi, dan matanya yang menatap sadis bak pembunuh berdarah dingin juga hidungnya yang kembang kempis didukung dengan wajahnya yang merah menahan amarah, plus tangannya yang selalu terkepal di depan wajah Leana beserta kuku kuku merahnya yang setiap hari diasah dengan kikir seperti siap mengoyak tubuhnya yang mungil. Lea benar benar tak punya nyali untuk menantang Mahony. Ingin sekali Leana menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi alasan belum terucapnya “ya, aku memaafkanmu” dari mulut Leana. Ia sungguh sungguh ingin memberi tahu alasan sebenarnya!

Tapi apa daya? Ia tak punya cukup teman yang mau mendengar dan mempercayai ceritanya yang tidak masuk di akal itu. Kenyataan yang bahkan dirinya sendiri kadang masih terheran heran atasnya. Kisah yang merupakan kasus traumatik yang jarang diidap orang. Bahwa almarhum ayahnya adalah pecinta bayam sejati, dan meninggal karena terlalu banyak kandungan bayam dalam tubuhnya, plus ditemukannya suatu penyakit mematikan yang kambuh manakala kandungan bayam dalam tubuh penderita melebihi ukuran normal. Hal itu baru diketahui saat ayahnya sudah berada dalam kondisi koma, dan akhirnya meninggal. Sejak saat itu, Leana benci hidup hidup pada bayam. Setiap kali ia mendapati bayam, dimanapun, kapanpun, siapapun yang membawanya, dalam bentuk utuhkah, sayurkah, atau digoreng crispy sekalipun ia akan teringat ayahnya dan bisa tumpah ruah airmatanya selama 2 jam demi meruapnya kenangan bersama ayahnya yang baik hati dan pendiam itu. Selain itu, Leana adalah gadis yang pendiam dan tertutup. Ia tidak mau terlihat sedang menangis karena ia mengira nantinya orang orang akan mencapnya cengeng dan tidak tegar. Ia tidak mau. Dan 2 hal yang paling dibenci Leana, bertemu bayam dan ketahuan menangis telah dilaksanakan dengan sukses oleh Anthony!

Begitulah.

Hingga siang ini Leana, gadis pendiam dan tertutup -bukan egois sebenarnya- masih tidak bisa memaafkan Anthony, belum lebih tepatnya. Ia sungguh ingin memaafkan cowo itu. Tapi perasaannya terlanjur mengunci bibir Lea sehingga ia tidak bisa melontarkan persetujuan atas permintaan maaf Thony. Lagipula, agama mengajarkan untuk tidak bermusuhan lebih dari tiga hari. Tapi, mau bagaimana lagi?

Lea tiba tiba merasa kepalanya pusing dan ia segera berlari menjauhi jalan raya dan berhenti saat mendapati sebuah taman bunga kecil di dekat sungai berair jernih yang terletak tak jauh dari jalan tersebut lalu menangis disana. Oh, aku lupa memberitahumu sesuatu bahwa Leana adalah salah satu jenis manusia yang tidak kuat ditimpa sinar matahari terlalu lama. Mungkin tidak banyak yang tahu ini karena ketertutupan dan pendiamnya itu. Leana memang berangkat dengan angkutan umum. Ia baru saja turun dari bis kota dan sedang dalam perjalanan yang hanya bisa dilalui oleh motor, sepeda, dan semacamnya. Karena itu ia berjalan kaki untuk menempuh jarak yang tersisa. Ia menangis setelah memastikan di taman umum itu tidak ada yang melihat ke arahnya dan tempat yang di singgahinya tidak cukup jelas terlihat oleh orang orang. Ia menangis di bawah sebuah pohon yang berarti ia tidak akan datang ke pesta ulang tahun Riva, dan punya makna tambahan akan semakin banyaknya orang yang mencapnya sebagai orang yang egois, tidak mau datang ke tempat teman karena memang jarak rumah Lea dan Riva cukup jauh. Padahal tadinya Lea tinggal menempuh sepertiga jalan lagi. Hanya saja sakit kepalanya tidak mau kompromi. Lea sendiri tidak mau sampai pingsan ditengah jalan. Maka ia menepi dan memutuskan untuk mengistirahatkan dirinya. Mendapati sakit kepalanya yang tidak jua mau berhenti, Lea sudah tahu jawaban perjalanan yang ditempuhnya: GAGAL TOTAL.

Diam diam sepasang mata mengamatinya dari jarak yang cukup dekat namun tak cukup terlihat oleh Lea. Mata itu tampak heran dan sedih. Sekilas tampak kebingungan di matanya. Berseliweran di benaknya antara menegur Lea atau tidak. Mata yang jernih itu tak lama memancarkan sorot ketegasan yang bermakna, ia sudah menentukan jawaban atas kebingungannya. Perlahan sosok tegap itu keluar dari semak semak dan melangkah perlahan ke arah gadis manis yang kini sedang berurai airmata itu. Sampai pada jarak satu meter, pemuda itu berdehem agak keras. Leana segera menoleh dan terlonjak manakala mendapati seorang pria berada di dekatnya dan menatap matanya yang basah. Leana lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa pria itu adalah orang yang selama satu minggu ini di hindarinya: Anthony!

Cepat cepat dihapusnya airmata di pipi dengan jari jemari mungilnya. Tapi, aneh. Airmatanya tak mau berhenti dan malah semakin deras. Itu membuat Anthony segera mengambil tisu dari saku celana hitamnya dan menyerahkannya pada Leana. Leana terdiam. Tidak! jerit perasaannya. Ambil, Leana! sisi lain dirinya menjerit lebih nyaring. Jangan!! mana janjimu?? Sisi satu lagi mengingatkan Leana akan janjinya. Leana, ia sudah melihat airmatamu! Terima saja, dan jangan biarkan tangannya terulur begitu saja!! Sisi lainnya memberi komentar lain. Tidak, Lea!! Bayam, airmata!! Apakah setelah melakukan pelanggaran berat semacam itu kamu masih bersedia menerima tisu darinya?? Bentak sisi satunya lagi. Lea tersentak dan menggeleng pelan. Menerima penolakan semacam itu tidak membuat Anthony menyerah. Ia berjalan lebih dekat dan duduk di samping Leana. Sontak Leana menggeser duduknya. Thony hanya tersenyum melihat respon itu, lalu menghembuskan nafas.

“Leana..” ujarnya sambil menatap lurus ke depan, ke arah riak riak sungai yang membentuk pantulan cahaya.

“Sudah satu minggu kita bersitegang seperti ini. Aku yakin kamu juga tau kalo seperti ini terus bukan jalan keluar yang baik. Malah sama sekali bukan penyelesaian.” Thony bertutur lembut. Leana terdiam, namun airmatanya mulai berhenti mengalir.

“Aku sebenarnya ngga paham sama tingkah lakumu yang seakan akan aku ini sudah menjadi buronan polisi yang menghilang selama 10 tahun karena meraup uang masyarakat,” Thony geli sendiri mendengar ucapannya. Dalam diam, Lea pun tertawa mendengarnya.

“Tapi, mengikutimu satu minggu ini membuat pandanganku selama ini tentangmu berubah 180 derajat,” Lea terdiam. Tangisnya berhenti demi mendengar kata kata yang akan meluncur dari bibir pemuda di sampingnya itu. Perlahan pandangannya mulai beralih menuju wajah Anthony.

“hhh..” ia mendesah pelan sebelum memulai kalimat demi kalimat yang menjadi alasan berbaliknya opini atas Leana.

“kamu itu.. perasa, melankolis.. terus…” Thony melirik pada gadis di sampingnya dan tersenyum geli melihat mata Leana yang bengkak dengan antusias menatap dirinya.

“ keliatannya rapuh dan lemah, tapi.. aku salut!” bibir Leana yang sempat manyun kembali rata.

“kamu bisa memperlihatkan ketegaranmu dengan tidak menangis di depan siapapun. Kamu berjuang keras melawan penyakit mataharimu itu dengan berjalan di bawah terik matahari setiap hari. Walau, yah, akhirnya memang tidak begitu memuaskan,” Leana kaget bukan main. Bagaimana cowo itu bisa tahu tentang hal yang bahkan ibunya sendiri saja tidak tahu menahu atasnya?

“Kamu selalu berusaha untuk menjadi gadis yang kuat dan tegar! Itu yang bikin aku kagum. Dan yang paling penting…” Anthony diam beberapa saat untuk mengambil nafas dan menghembuskannya.

“Sekarang aku tau kalo kamu .. ngga egois sepeti kata orang,” Anthony mengakhiri opininya dengan senyum yang terkembang dengan sangat manis

“Jadi, aku punya keyakinan kalau kamu sebenarnya bersedia memaafkan aku. Aku maklum kalau kamu belum bisa melakukannya. Mungkin aku sudah melakukan pelanggaran berat yang aku belum tau. Sekali lagi, maafkan aku, ya” Seketika hati Leana luruh dan ia tertunduk lemas. Airmatanya yang sudah kering kembali berlompatan keluar. Terlihat jelas Leana berusaha menahannya, dan terlihat kepayahan melakukannya. Napasnya tersengal dan terdengar sangat sulit dihembuskan.

“Jangan ditahan,” ujar Anthony. “ngga baik buat kesehatan, lho,” Leana masih berusaha menahan airmatanya yang jatuh satu satu dengan menggigit bibirnya kuat kuat.

“Baiklah, aku pergi, ya. Kamu ngga suka terlihat menangis, kan? Ini tisu untukmu. Anggaplah bagian dari permintaan maafku. Jangan menahan airmata untuk jatuh, Leana.” Thony meletakkan tisu di dekat Leana dan menunggu respon dirinya yang ternyata tetap berusaha mencegah airmatanya untuk turun.

“Baiklah, Aku pergi, ya,” saat Anthony hendak beranjak, bibir Leana yang gemetar tak dinyana mengambil tindakan cepat.

“Tho..ny..” pelan, tapi mampu menghentikan gerakan yang akan diambil Thony berikutnya. Anthony segera menoleh.

“kenapa?” tanyanya.

“ma.. ma..a. af.. a.. ak.ak..ku…ya..ng.. ssa.. sa.. lah..” susah payah diucapkannya kata kata itu. Mendapati gelagat baik dari Leana, Anthony kembali duduk disamping Leana dan mengambil tisu yang ia letakkan di dekat Leana dan menyerahkannya pada tangan Leana. Leana menerimanya dan menghapus airmatanya. Setelah tenang, Leana mulai bercerita tentang alasan sebenarnya ia menjauhi Thony, juga asal usul kenapa alasan itu menjadi sangat fatal bila terlanggar. Thony mendengarkan dengan sabar dan mengangguk angguk. Saat Leana menceritakan tentang kematian ayahnya, Thony berusaha menghiburnya. Saat Leana mengisahkan dirinya yang anti dengan bayam terpaksa berjalan memutar karena di jalan terdekat ada pasar yang menjual bayam, Thony tersenyum geli. Pun saat Leana bercerita akan janjinya yang menolak seratus persen Anthony dan keinginan sebenarnya bahwa ia juga ingin punya teman sebanyak Thony, Thony selalu bisa menunjukkan ekspresi yang sesuai. Ia memang benar benar pendengar yang baik dan pengertian.

Tak terasa senja turun saat cerita Leana berakhir. Leana segera melirik jam tangannya. Pukul lima sore.

“oh, maaf Thony, aku harus pulang,”

“sendiri?”

“ya. Ibu pasti menungguku. Terima kasih atas..” Leana terdiam memikirkan kata yang tepat untuk merumuskan kebaikan Thony. ”hmm.. semuanya.”

Anthony mengangguk dan tersenyum.

“sama sama. Aku jadi lebih banyak tau tentangmu. Sebagai ucapan terima kasihku kamu mau ngga aku antar sampai ke rumah? aku bawa motor dan kamu juga tau kalau senja begini pulang sendiri dalam jarak yang cukup jauh berbahaya, apalagi untuk perempuan. Kamu ngga keberatan kan aku antar?” tawar Thony. Leana bergeming. ”aku janji bakal bantuin kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Aku bakal bilang sama semuanya kalo sebenarnya kamu itu ngga egois. Aku bakal berusaha merubah opini orang orang tentang kamu. Gimana?” tawaran kedua disambut dengan senyuman manis dan gelengan pelan dari Leana. Ia tak menangis lagi dan wajahnya sudah jauh lebih cerah dari sebelumnya. Dan sudah dipastikan, penolakannya atas Anthony telah berada pada masa ‘the end’nya.

“Terima kasih, tapi aku bisa sendiri kok,” Anthony manggut manggut dan pergi sambil melambaikan tangan begitu mendapati sorot mata yang tegas dari gadis itu.

Sejak Senja itu, Leana dan Anthony resmi berbaikan dan bersahabat. Thony dengan kebaikan hatinya dan Leana dengan usaha kerasnya berhasil merubah pola pikir teman temannya akan jati diri Leana sesungguhnya.

Sejak senja itu, Leana mencoba terbuka dengan teman temannya dan bersosialisasi lebih baik.

Sejak senja itu, Leana tak pernah lagi memutar arah ke sekolahnya demi melewati pasar bayam karena ia mencoba untuk tidak membenci bayam

Sejak senja itu, Leana memiliki tekad kuat untuk mulai berteman dengan Mahony.

Sejak senja itu, Leana punya keyakinan bahwa di surga sana ayahnya tersenyum bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halo....
makasih ya komenta nya....

Copyright 2011
Je Note

Powered by
Free Blogger Templates